Maret 31, 2010

13 Maret 2010.

Penghujung malam, 23.39.

Bersama dinginnya malam dan ukiran-ukiran senyum membahagiakan..

Aku yang telah sengaja mematikan kepekaan rasa, aku yang selalu berusaha menahan perasaan dan berpikir sepenuhnya dngan logika. Yang menjadikanku wanita tanpa perasaan. Menjadi pribadi yang keras, introver, kaku, angkuh dan egois. Aku yang tak pernah mau mengalah dan dikalahkan oleh perasaan, kini harus menyerah pada keadaan yang sebenarnya inilah aku butuhkan. Aku telah kalah pada sang bocah. Bocah yang sanggup meluluhkan aku, berdamai dengan prinsipku dan memperkenalkan hidupku.

Inilah dia. Tentang sang bocah yang tak pernah berhenti untuk meyakinkanku tentang rasa. Dia lah yang memberi pemahaman tentang makna berbagi. Dia yang menyadarkan aku bahwa aku perlu dan harus menangis. Karakter uniknya, bandel, keras kepala, cuek dan tak pernah serius, membuatku selalu terpukau dengan setiap apa yang dilakukannya. Bocah yang akhirnya menghancurkan bentengku, yang tak pernah berhenti menentang prinsipku. Bocah yang membahagiakan aku dengan caranya sendiri, dialah sang bocah yang saat ini selalu menjadi alasan aku harus menjaga hati untuknya, karena saat ini aku telah terjebak untuk menyayanginya.

“Dia yang menghidupkan perasaanku, yang menawan dan selalu membagi kebahagian, yang menenangkan aku dan membuatku tersenyum, dia yang berani mengorbankan semuanya , dia yang selalu berusaha menjaga hatinya untukku, dia yang selalu mengingatkan kesalahan-kesalahanku, yang memberiku semangat dan kasih sayang, dia juga yang selalu bisa kupercaya, dia yang rela terjaga sepanjang malam untuk menjagaku, dia yang menahan kerapuhannya dihadapku, dia juga yang setiap saat bisa meminjamkan bahunya ketika aku ingin menangis, memberi dekapan hangat ketika aku ketakutan. Dia harus rela terbangun dari tidurnya untuk mengantarkan aku pulang, yang harus menahan sakit agar tak membuatku khawatir. Dia yang memberiku kejutan di tahun baruku, juga disetiap hari-hariku. Dia yang harus menerjang badai di malam hari untukku. Dia lakukan segalanya buatku .”

Lalu apa yang tak kudapat darinya? Segala yang dia lakukan membuatku bahagia. Apa salahnya aku menyayanginya? Karena sebelumnya tak pernah ada yang seperti dia . Siapa yang berani menyalahkan aku mencintainya ketika dia telah memberikan segalanya?

Aku tak pernah memikirkan akhir dari cerita ini, dan aku tak ingin berpikir. Aku menghapal hampir setiap kalimat yang mengisahkannya. Seperti sebuah novel best seller dengan kisah-kisah seru , sekali membaca, selalu tak sabar dengan halaman-halaman berikutnya. Dan aku ingin membuat kisahku menjadi sebuah buku hidup yang mungkin aku bisa bagikan pada orang-orang terdekatku kelak. Aku tak pernah malu. Aku bangga. Mendapat kesempatan berbagi hari dan belajar dewasa bersama dengan orang yang istimewa, seistimewa sang bocah.


“Bunda ,

ijinkan aku menjaganya didalam sini, berdoa untuknya dan menjadi hatinya.

Biarkan aku kuat karenanya dan dia kuat karena aku.

Meskipun tak banyak yang bisa aku lakukan untuknya,

namun setidaknya aku masih bisa menyayanginya dan berbagi senyum sepanjang waktu.

Bunda,

jangan katakan aku SALAH.

Tak ada seorangpun yang bisa menyalahkan perasaan.

Meski memang aku tak benar, setidaknya sekali ini saja aku membebaskan perasaanku,

membahagiakan diriku dengan caraku sendiri.

Mungkin aku tak selamanya bisa bersama dengannya,

tapi sungguh, aku ingin melewatkan waktu dengannya ketika dia masih disini.

Dengan sang bocah ini ..”


Malang, 29 Maret 2010.

Penghujung fajar, 03.26.

Terjaga dari sebuah mimpi tentang sang bocah ..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

mari berbicara..