Maret 14, 2012

Cerita Cacat

Sudut kamarku mulai temaram.. sekilat cahaya masuk disela kain penyelimut jendelaku. Dingin yang menusuk, kini lebih terasa menyiksa ujung-ujung jariku. Tersimpuh aku bak manusia lumpuh, ku penuhi paras dengan luh-luh. Ku alirkan emosi dalam uluhati lewat air dingin dan bauan anyir..

Rikmaku terus mendendangkan semua kesakitan. Neuron-neuron kesadaranku menerjang cepat menambah sakitnya rasa. Entah .. aku tak tahu dimana sakitku. Kepala tidak, rusuk tidak, badan tidak, lambung pun tidak. Aku tak bermasalah pada sakit badan tapi pada bilah ego dan rasaku sendiri. Tapisku pada satu kabar itu, membuatku sedu pilu. Mengancam ujung nafas yang semakin sukar mengeja namanya.

Tuhan.. aku memintanya dariMu ..
Ku sebutkan kebahagiaan dan kebinarannya di setiap sela nafas doaku.
Kau yang dengar aku..
Kau yang menjadi saksiku ..
Tak pernah kah Kau sampaikan rinduku untuknya?
Tak pernah kah Kau hadirkan aku di ruang mimpinya?
Tak pernah kah kau bisikkan senandungku di dekat telinganya ?

Tuhan..
Apapun sakitMu saat ini, jadikanlah dia hati paling cantik ..
Apapun rencanaMu nanti, teruslah ukir senyuman disetiap larut senjanya.
Kau biarkan dia berjelaga dalam hidupku, dan bantulah aku membahagiakannya dengan semua doaku.

Tuhan dia mungil .. Dia kecil ..
Ajarkan dia bagaimana berdoa, hingga aku berharap dia bisa mengeja namaku diucapnya padaMu suatu saat nanti.
Tuhan dia baik .. dia manis ..
Hatinya mengajarkan sejuta kerinduan dan kasih sayang yang tak penah terlewatkan.
Dia hanya satu nama di dalam tulusnya doa hati hingga saat ini

Dan sampai pada detik jemari menari berjejak tulisan ini, aku pun masih merindunya ..
Nafasku tak sampai pada isyarat yang semakin menyayat . sebenarnya sudah lelahku terus menuang angan untuk kembali menggandeng jemari lentiknya. Habis kuasaku terus mengkhawatirkan kebahagiaannya. Namun tak salah ia memilih jalan, mata yang membaca deretan huruf yang menandakan ia bahagia seakan turut membunuh dan menghujam jiwaku dengan pilu. Dia lebih bahagia dari pikirku. Dan dia membunuh waktunya yang menyela karena aku .
Hingga aku mati, hilang, lenyap dari sedikit pikirnya nan musnah dari hatinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

mari berbicara..