Oktober 11, 2013

Bukan cuma kuda yang butuh "CAMBUK"

"Mbak... skripsinya ya.., BUNDA"

Udah deh.. kalo kena kalimat kayak gini, bingung harus seneng apa harus sedih. Bagai makan buah simalakama. Awalnya seneng banget dapet kata-kata yang bikin semangat. tapi... begitu baca baris kedua, aduh! rasanya ini dada nyesek banget. mau senyum susah, mau nangis juga ga bisa.
feel so guilty gitu... :( gimana enggak, bunda adalah orang paling sabar dan paling lama menanti skripsiku selesai, paling besar menaruh harapan. semakin lama, aku semakin memburamkan harapan bunda melihat putrinya segera di wisuda.


disaat temen-temen yang lain udah pada fitting baju dan mungkin malah sudah masang foto dengan toga, aku masih sibuk duduk di depan laptop. bukan sekedar pencitraan, aku menyadari mungkin usahaku buat segera memakai toga belum maksimal tapi ada perasaan menyalahkan keadaan. mungkin defence mechanism-ku sudah habis mengulas alasan, karena ini dan karena itu.

salah satu ibu dosenku pernah bilang "jadi mahasiswa akhir itu harus sawang sinawang". awalnya aku ga ngerti, tapi begitu udah dalam posisi ini, aku ngeh sepenuhnya dengan kalimat ibu tadi.
jadikan pijakan temen itu sebagai cambuk, jangan mau kalah. jadikan hasil dan keberhasilan temen yang lain itu sebgai motivasi. well, dan itu yang aku lakukan sekarang. Sawang sinawang..

Aku punya cambuk, dan seharusnya cambuk itu harus selalu ada. tapi beberapa waktu yang lalu, entah kemana, kurasa cambukku hilang. Tanpa membenarkan dan membela diri, aku meyakini bahwa usahaku ya keringatku. aku tedidik menjadi orang mandiri. tapi dalam beberapa situasi belakangan ada hal yang tidak bisa aku bereskan dan sekarang membuat aku menyesal. yah, I just wasted my time pada hal-hal ga penting. kenapa??? biar aku aja yang tau jawabannya.

Kemaren pas dikampus aku ketemu kakak tingkat, yang baru nyebar angket juga. dalam obrolan kami (yang mengandung curhat colongan), aku baru sadar, ternyata bukan aku yang punya perasaan seperti ini. hanya karena masalah persepsi dan perasaan orang, aku membuang waktu dan membuang uang -harusnya sekarang mereka membayarku untuk itu-.

Kami punya sela yang sama, punya cerita yang sama. satu yang tidak sama. MOOD!!!
"Lalu kenapa???" katanya.
Dengan berbagai kilah, aku mengulas alasanku.
dan apa yang dia jawab membuat aku merasa menemukan sedikit cambukanku kembali.
"kamu ih, mau-maunya diri kamu dikalahin sama mood, sama kata-kata orang? Huuuuu payah!"

Yang ngeselin bukan saja kata-katanya, tapi mukanya yang ngomong kayak orang ga punya beban itu yang bikin cambuknya makin sakit kena di ulu hati.

Dalam waktu yang dekat ini aku akan berusaha selesaikan semuanya. Insya'Allah..