Hooaaaamm!!
Hari
yang melelahkan. Seharian ini aktivitas gak nyantai banget. Harus
bolak-balik ke beberapa tempat karena tuntutan kebutuhan. Yap! Beberapa hari ini saya rempong. Intuisi dan naluri sebagai anak perempuan yang
secara sadar harus mengambil peran dan tanggung jawab dari ibunya untuk
"ngurus" rumah. Dan jadilah saya harus membeli beberapa barang
belanjaan sesuai dengan list.
Capeeeek... (nada manja, sambil nggeliat ulat. - Pletek!- Laptopnya ketendang)
Masih single aja serepot ini ngurus rumah, gimana kalo udah punya rumah sendiri? Blom lagi kalo suami lagi on duty. Blom lagi kalo saya hamil. Blom lagi kalo saya udah punya anak. Blom lagi kalo begini... blom lagi kalo begitu... -Ah sudah lah, ini kejauhan-.
Oh iya.. wanita ini sudah dewasa lho.. (benerin krah baju).
Kok bisa banget bilang gitu? Ya dong.. soalnya saya merasa sudah berevolusi menjadi "ibu-ibu setengah harga"
alias tukang nawar. Hahahaha. Evolusi alamiah ini membuat saya sadar
bahwa menawar adalah kegiatan wajib di pasar, yang jelas bukan pasar
modern, apalagi swalayan, apalagi supermarket. Dulunya, saya jengkel
sekali dengan ibu-ibu yang ngotot beradu harga, semena-mena sama yang
jual, ngambil paksa dengan harga rendah, ngeyel minta diskonan dan
potongan harga sampai main lempar duit dengan gaya Farida Pasha sebagai
mak lampir. Oh my God! Ibu-ibu ini annoying sekali yah, masa
kembalian duaratus perak aja ditungguin, masa selisih harga maratus aja
harus sampai perang bela harga ala Captain America? "Yaudah sih.. cepek aja, yaelah.. gopek doang" -DULU-
Daaaaaaann..................
Hari
inilah saya mulai kehilangan logika bahwa gak tau darimana asalnya
menawar adalah sesuatu yang menyenangkan. oke, ini belom ada alasannya.
Menawar adalah hal wajar, begitu juga bagi penjual. Bahkan saya sedikit
tercengang ketika saya mengambil langkah diam sesaat setelah mendengar
jawaban dari pertanyaan pembuka "berapa harganya, bu?", seraya
setelah menjawab nominal harganya dan melihat respon saya yang mungkin
keliatan mikir pantes ato enggak soal harganya, ibu penjual itupun
dengan sigap menyambung kalimat "boleh ditawar kok mbak" sambil senyum kecil.
Oh
helloooo! saya -DULUNYA- pikir bahwa sebagai penjual akan merasa
jengkel sekali kalo ada calon pembeli yang ngotot minta turun harga,
tapi hari ini saya mengetahui bahwa se-tradisional apapun penjual sudah
cukup cerdas bermain strategi pasar.
Otak saya, saat itu, masih belom nyampe buat mikir, dan dengan polosnya saya nanya "kok malah nyuruh nawar, bu?" -kemudian saya sangat menyesal atas pertanyaan bodoh ini-.
Saya
melihat ibu penjual itu juga sedikit tercengang dengan pertanyaan saya,
dan mungkin juga gak habis pikir sama pertanyaan konyol ini.
"ya biar mbak beli. Maunya harga berapa. kalo sesuai saya kasih". jawabnya polos.
Jadi.. sudah tau kan ternyata penjual-penjual ini pinter. Kasih jebakan, kasih umpan harga, dan ternyata voila! strategi pasar. Ini pelajaran bagi mahasiswa yang kalah sama penjual di pasar.
Kalah pengalaman.
Para penjual ini pasti sudah mempunyai ekspektasi dari kemungkinan bahwa "ibu-ibu setengah harga" berkeliaran
bebas di pasar dan peluang untuk ditawar adalah BESAR. Makanya mereka
mengantisipasi perang bela harga ala captain america dan potensi tipis
untung dengan menaikkan harga menjadi beberapa kali lipat dan memberikan
ujian "pantas atau tidak" kepada "ibu-ibu setengah harga".
Yap,
kegiatan tawar menawar pada nyatanya melibatkan instuisi, feeling dan
kepekaan seseorang untuk melihat "pantas atau tidak" atas harga yang
diberikan. Well, ini rumit. Perlu banyak ilmu, informasi serta
pengalaman untuk melakukan hal ini. Saya jelas belum punya banyak
pengalaman disini.
Apa yang terjadi atas penawaran tadi?? Saya senyum dan langsung ambil langkah seribu.
Kabur.
Saya sudah merasa bodoh dan merasa -sedikit- malu karena pertanyaan freak
tadi. Seandainya saya bisa pura-pura mati di pasar... :( Hmmmmm.. Apa
yang ibu penjual tadi pikirkan? Ibunya udah maki-maki saya kali yaa?
entahlah, saya tidak mau mikir. tidak mau tau. (pada saat nulis ini saya
jadi kepikiran lagi. kemudian mikir, kemudian yaweslah..)
SEKARANG, saya tertarik, berminat dan bersedia dengan senang hati menjadi ibu-ibu setengah harga yang DULUNYA saya anggap annoying
sekali. Dan sekarang saya tau, bahwa sebenarnya penjual lebih kejam dan
licik. dan SEKARANG saya mengerti bahwa menawar adalah hak dari para
ibu untuk menghemat uang jatah belanja, hak untuk mendapatkan barang
sesuai dengan kepantasannya.
Kalo
kita gak mau ribet, silahkan belanja di swalayan dan supermarket dengan
harga pas dan dengan kualitas yang sama dengan di pasar dan harga yang
jauh lebih mahal.
Percayalah,
selisih duaratus dan maratus perak sangat berharga jika kita
mengumpulkan selisih harga dari banyak item barang yang kita beli.
Percayalah.
At least... saya puas sekali dengan kegiatan hari ini.
Puas
nawarnya, puas nyeselnya, puas ketipunya, puas capeknya, puas
panas-panasannya dan puas dengan ilmu baru dari pengalaman yang saya
dapatkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
mari berbicara..