November 06, 2014

My Birthday Man : AYAH.

Selalu banyak hal yang bisa diceritakan dari anak perempuan tentang ayahnya.
Kedekatan yang hangat, Kasih sayang yang hanya tersirat tanpa mampu terucap, kekhawatiran yang berlebih - yang kadang salah teralamatkan, dan harapan semampunya dengan penerimaan yang tinggi.




Gambaran tentang ayah saya adalah orang sederhana, tak pernah banyak menuntut dan kadang karena itu, pengharapannya terbatas pada pemaklumannya. Perawakannya gede dempal, tapi nggak tinggi-tinggi amat, nyantai dan ramah.
Ilmu "ya sudah, adanya memang segini" adalah warisan dari ayah. Orangnya "legowo dan nrimo". 
Saya merasa, bagi ayah saya, saya selalu menjadi putri kecilnya, yang selalu dikhawatirkan dan dijaga mati-matian oleh beliau. Semua yang menjadi kebutuhan saya, ayah selalu berjuang untuk memenuhinya. Saya sibuk dengan cita-cita saya sendiri, berusaha membangun dan terfokus pada ambisi saya sendiri, sehingga saya lupa, ayah telah menua seiring bertambahnya kedewasaan saya. Saya lupa ayah yang semakin sering lelah dan mulai kehilangan kesempurnaan indranya.

Pun dengan ayah. Beliau sibuk dengan tanggung jawab dan keharusannya memenuhi kebutuhan, membahagiakan, dan menjamin kehidupan saya di masa depan. Beliau pun tidak menyadari bahwa pertumbuhan dan pertambahan umur saya diiringi dengan kedewasaan dan kemandirian saya. Ayah terlambat menyadari bahwa gadis kecilnya akan menjadi seorang wanita, anak perempuannya kelak akan menjadi seorang ibu, dengan ketidak sadarannya, ia masih mendekap erat putrinya, bahkan terlalu erat yang kadang membuat saya merasa terbatasi olehnya.

Saya mencoba mengingat-ingat lagi guratan kenangan yang mungkin sekarang telah sama banyaknya dengan guratan pada wajah ayah saya. Hal paling cepat terlintas di kepala saya jika harus mengingat kebiasaan kami sewaktu saya masih kecil adalah maen petak umpet setiap kali mendengar suara motor ayah sampai di depan rumah. setiap sore, setiap kali ayah pulang dari kantor, begitu mendengar suara motor ayah, saya selalu bersembunyi di dalam lemari, di balik pintu, di bawah ranjang dan di sudut rumah, dimana ayah tidak bisa menemukan saya dengan mudah. Begitu ayah masuk rumah, hal paling pertama yang dicari beliau adalah anak-anaknya. saat itu, setiap kali rumah sepi, beliaupun pasti akan tahu, bahwa kami sedang bersembunyi dan menunggu ayah menemukan kami. Hal ini selalu terjadi setiap harinya, sepanjang bulan dan tahun, hingga kegiatan sekolah lah yang membuat kebiasaan ini lama-lama sirna.

Ketika saya mulai memasuki masa SMP, saat itulah justru setiap hari saya merepotkan ayah. Mulai SMP masuk ke sekolah menjadi lebih pagi. setengah 7 saya harus berada di sekolah. Sebelum saya berangkat, ayah lah yang selalu mengejar saya, mengikuti semua langkah saya disetiap sudut rumah untuk menyuapi sarapan yang telah disiapkan bunda. Disela-sela saya mengunyah, ayah juga menyiapkan sepatu dan menyikat sepatu hitam saya agar tidak berdebu.
Dulu memang saya menolak mengakui bahwa saya manja, segalanya telah dipersiapkan ayah dan bunda sebelum saya berangkat sekolah, saya malu karena saya tiak mandiri dan merepotkan.
Kini saya hanya bisa tersenyum dengan sipuan malu-malu. Betapa beruntungnya saya saat itu.

Masa yang menjadi bagian paling dramatis antara saya dengan ayah adalah masa SMA. Dimana saya harus pergi bersamaan ayah berangkat ke kantor, dan pulang dijemput oleh ayah setiap hari. Ketidakmampuan saya mengendarai motor saat itu membuat ayah selalu menempuh jarak yang tidak dekat setiap harinya. 17 KM dari rumah, berpacu dengan waktu agar saya tidak terlambat.
Beberapa teman OSIS saya waktu itu adalah saksi hidup dimana ayah pernah menunggu dari jam 4 sore hingga 8 malam untuk menunggu saya selesai rapat kegiatan, pernah harus langsung menaiki motornya lagi untuk menjemput saya padahal beliau baru saja tiba dirumah karena tidak ada teman yang bisa mengantar saya ke rumah, ayah pernah kelelahan menuntun motornya yang mogok dan saya hanya bisa ngambek tanpa mengerti keadaannya.

Ayah tidak pernah sanggup jauh dari putrinya untuk waktu yang lama. Suaranya yang berat selalu terdengar sedikit tegas di balik telefon saat saya belum tiba di rumah pada jam malam. Kekhawatirannya selalu diberikan ke bunda agar bunda yang menanyakan keadaan saya. Ayah sempat tidak mengijinkan dan keberatan saya kuliah di luar kota. Beliau meminta saya untuk mengambil kuliah di dalam kota agar setiap hari saya bisa pulang kerumah. Lagi-lagi, keinginan saya tidak dapat dikesampingkan tanpa memahami keinginan ayah. Akhirnya dengan berat hati ayah mengijinkan saya kuliah di luar kota tapi masih bisa terjangkau dengan hitungan jam dengan kesepakatan saya akan pulang setiap satu atau dua minggu sekali.

Berdebat dengan ayah?? Sering. Hanya pada waktu ayah memulai diskusi dengan pertanyaan. Selain itu, sebaiknya jangan. Saya sendiri sudah sangat hafal dengan kebiasaan ayah dan bagaimana keadaan hatinya. Ayah adalah orang ramah yang susah marah. Berdebat dan adu argumen hanyalah brain storming yang diakhiri dengan "Ohh.. gitu to?" sambil manggut-manggut.
Susah marah bukan berarti tidak bisa marah. Jangan pernah berharap atas kemarahan ayah, meskipun isinya hanya beberapa kalimat yang tidak dapat ditentang dan tidak dapat ditolerir dengan hati. Setiap kata yang diucapkan membuat saya membisu secara tidak sadar, dan membilu beberapa saat. Kemarahan ayah adalah batas yang mungkin telah saya langgar. Dan akhir kemarahannya adalah harapan untuk kebaikan saya.

Manusia tidak pernah sempurna, dalam kebaikannya selalu ada keburukan. Setiap pahlawan selalu mempunyai kelemahan. Yang saya tidak suka dari ayah adalah ayah seorang perokok berat. Kebiasaan merokok ayah ini menular ke adik laki-laki saya. Dulunya ayah tidak berani merokok di lingkungan rumah, karena takut diomelin bunda. Tapi semakin anak-anaknya dewasa, ayah akhirnya dengan dewasa juga membawa kebiasaan tersebut ke rumah. Memang akhirnya membawa ketidaknyamanan, tapi bukankah kami lebih tidak nyaman lagi kalo ayah tidak di rumah ??? xD
Kebiasaa lain yang sebenarnya tidak mengganggu orang lain, tapi buruk bagi kesehatan beliau adalah coffee addict. Sehari bisa ngopi 2-3 kali. Pagi wajib, siang dan sore additional, malam pun wajib. Kopinya harus hitam, tidak mau yang encer, dan wajib manis. Soal kebiasaan ngopi ini, ayah paling bandel kalo diingetin. Biarpun saya dan bunda menolak membuatkannya untuk ayah, nanti beliau ke dapur diam-diam dan bikin sendiri. Sekali saja ayah melewatkan jam ngopinya, pasti setelah itu ayah mengeluhkan kepala yang sakit. Kalo sudah begini, kami tidak bisa berbuat apa-apa.

Bunda pernah berkata "Ayahmu itu orang yang nggak bisa diajak maju".
Maju???? seperti yang sudah saya tulis diatas, ayah ini orangnya terlalu "nrimo". Beliau bukan orang yang punya cita-cita dan harapan yang tinggi. Let it flow banget lah prinsipnya. Kalo bisa ya dikerjain, kalo gak bisa ya gak usah maksa. Dengan begini bisa dikatakan ayah ini orangnya males. Males usaha lain-lain. Keburukan ini yng bahaya kalo ditiru sama anak-anaknya.

Dan hari ini adalah 50 tahun usia beliau. Terlepas dari kebaikan dan keburukannya, sampai sekarang ayah adalah pahlawan bagi saya. Lelaki paling ganteng dan paling bertanggung jawab di seluruh dunia saya. Untuk itu saya akan berterimakasih kepada ayah untuk setengah usia yang rela diberikan untuk membahagiakan saya, menumbuh dan membesarkan saya, untuk kata sayang yang sulit diucapkan tetapi terus dibuktikan. 

"Sekalipun nanti aku telah diperistri dan telah menjadi seorang ibu, aku tetaplah anakmu.
Selamat ulang tahun ayah, doaku tak pernah putus untukmu.
Aku cinta ayah..."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

mari berbicara..